Jumat, 06 Januari 2012


VIRGINITAS DALAM PERSPEKTIF
REMAJA MASA KINI
Khusnul Aini dan Asep Sufyan Ramadhy
A.        Latar Belakang
Fase usia remaja merupakan masa dimana manusia sedang mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikis dan sosial. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matang dan mulai berfungsinya organ-organ tubuh, termasuk organ reproduksinya. Secara psikis, lebih pada perhatian pada diri sendiri dan juga ingin diperhatikan oleh lawan jenisnya dengan menjaga penampilannya.
Rasa ketertarikan pada remaja kemudian muncul dalam bentuk misalnya berpacaran di antara mereka. Namun karena minimnya informasi yang benar mengenai pacaran yang sehat, maka terkadang tidak sedikit dari remaja saat berpacaran unsur nafsu seksual menjadi unsur dominan.
Dari data Mitra Citra Remaja (MCR), sebuah media konsultasi bagi remaja yang berada di bawah naungan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jawa Barat pada tahun 2005, diperoleh angka 206 remaja mengaku melakukan hubungan seks pranikah atau mencapai 6,58%.
Menurut Rafsanjani, dalam harian pikiran rakyat tahun 2004 , data MCR PKBI, hampir setiap dua hari sekali, ada saja pasangan remaja di Bandung yang melakukan hubungan seks pranikah dalam empat tahun terakhir. Hasil baseline survei terhadap 190 siswa SMA dan SMK di Bandung, tahun 2000, mengungkapkan bahwa alasan yang paling dominan ketika melakukan hubungan seks pranikah adalah upaya menyalurkan hasrat seksual dan bentuk pengungkapan cinta.
Kondisi nyaris terjadi di salah satu pusat pendidikan yang ada di Jabar. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Teddy Hidayat, lebih dari 75 % responden mengaku melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sementara itu, dari hasil penelitian sebuah LSM, lebih dari 50% pria yang sedang berpacaran menghendaki (bahkan memaksa) pasangan wanitanya melakukan oral seks(Guntoro, PKBI Pusat, 2005).
B.        Virginitas
Menurut ahli kesehatan, perempuan dikatakan virgin (perawan), jika alat kelaminnya yang terdiri dari selaput dara (hymen) belum robek lapisannya. Selaput dara ini adalah bagian yang ada pada organ reproduksi perempuan yang mempunyai fungsi sosial jauh lebih tinggi daripada fungsi anatomis. Maksudnya secara anatomis, hilangnya virginitas atau sobeknya selaput dara ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap fungsi organ vital seorang perempuan (Supatmiati, 2007: 119).
Menurut Supatmiati (2007: 69), risiko hilangnya virginitas, yaitu:
1.         Risiko psikologis
Secara psikis, perempuan yang telah kehilangan virginitasnya akan hilang rasa percaya diri, minder, malu, merasa dirinya kotor karena sudah ternodai tubuhnya, merasa bersalah, penyesalan dan kecemasan akan masa depan.
2.         Risiko sosial
Hilangnya rasa percaya diri, munculnya rasa minder dan malu karena sudah tidak virgin lagi, menyebabkan perempuan ini akhirnya menarik diri dari lingkungan. Menjadi malas bergaul, khawatir rahasianya terbongkar, takut jadi bahan pembicaraan teman-teman. Tidak sedikit perempuan yang sengaja mencari uang atau bahkan demi kenikmatan semata saat melepas virginitasnya, akhirnya terjerumus ke lembah nista. Jelas makin rusaklah pergaulan sosialnya. Jika sampai hamil. Secara sosial, jelas sangat berdampak pada hubungan dengan lingkungan. Meskipun masyarakat tidak menggunjingkan secara terang-terangan, perasaan bahwa dirinya pembawa aib bagi keluarga dan lingkungan akan membuat diri tertekan dan depresi dan akan cenderung mengasingkan diri dari lingkungan.
3.         Risiko spiritual
Muncul perasaan berdosa, cemas dan gelisah. Timbul penyesalan mendalam mengapa melakukan hubungan seks. 4. Risiko fisik. Risiko ini bisa tertularnya infeksi menular seksual, termasuk HIV/AIDS yang sampai saat ini belum ada obatnya. Di balik seks bebas, bahaya mengancam jiwa. Seks yang tidak sehat, misalnya berganti-ganti pasangan, menjadi salah satu pintu gerbang masuknya beraneka jenis IMS yang membahayakan kesehatan tubuh.
C.        Virginitas dalam Tinjauan Berbagai Aspek
1.      Virginitas dalam aspek agama
Dalam Islam diajarkan tentang virginitas sudah sangat jelas. Islam mengharuskan setiap pemeluknya, baik laki-laki maupun perempuan untuk senantiasa menjaga kehormatannya dan tidak menyerahkan kesuciannya, kecuali kepada pasangan hidup yang sah menurut ajaran agama. Jadi setiap wanita wajib menjaga virginitas dan hanya boleh menyerahkannya kepada sang suami. Sementara setiap lelaki wajib menjaga keperjakaannya dan hanya boleh menyerahkannya kepada sang istri. Dalam Al-Quran, Allah memerintahkan setiap orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan untuk senantiasa menjaga kehormatannya dan menjauhi hal-hal yang dapat membawa kepada ternodanya kesucian.
Allah sangat mengecam orang-orang yang tidak menjaga kehormatan (kesucian) mereka, dan akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di akhirat kelak, jika dalam kehidupan dunia ia mendapatkan hukuman atas perzinahan yang dilakukannya.
Sebaliknya, Allah menjanjikan pahala yang besar dan kehormatan di sisi-Nya kepada orang-orang, baik laki-laki maupaun perempuan yang sanggup menjaga kehormatan (kesuciannya) dan hanya menyerahkan kepada suami dan istri mereka (Jefri, 2005: 145).
2.      Virginitas dalam aspek sosial
Secara sosial, perempuan yang sudah tidak perawan padahal belum menikah, akan menerima kosekuensi yang tidak ringan, bahkan beruntun seumur hidupnya. Ketika menikah dan ternyata sudah tidak virgin, otomatis bakal di cap perempuan yang tidak benar dan diragukan kepribadiannya. Menjaga virginitas menyangkut banyak hal. Misalnya menyangkut kepercayaan dan kesetiaan. Kalau sudah menikah, virginitas sangat penting sebagai salah satu fondasi dalam rumah tangga. Betapa mendalamnya penyesalan seorang gadis yang kehilangan virginitasnya sebelum menikah. Sekalipun sudah bertobat dan menemukan lelaki yang baik hati, sisa-sisa masa lalu kelam itu terus menghantui dan menjadi duri dalam pernikahannya (Supatmiati, 2007: 120).
3.      Virginitas dalam aspek medis
Virginitas juga menyangkut kesehatan reproduksi. Perempuan yang tidak menjaga virginitasnya, tidak ada jaminan apakah sehat organ-organ reproduksinya. Berbagai penyakit bisa menyerang para aktivis seks bebas dan berakibat mengganggu proses reproduksi. Bahkan bisa menimbulkan kemandulan. Seperti hilangnya kenikmatan dan bahkan terjadi disfungsi seksual. Namun dalam dunia medis telah diketemukan cara membuat tipuan semu tentang keperawanan seorang perempuan, melalui operasi medis terhadap selaput dara ataupun bagian tertentu dari organ vital wanita. Hymenoplasty istilah untuk bedah reparasi selaput dara. Hymenoplasty dilakukan ubtuk mereparasi selaput dara (hymen) dengan mengikat kembali selaput dara yang sudak koyak. Ada juga melakukan bedah plastik (vaginoplasty), dengan tujuan agar vagina lebih kencang dari sebelumnya. Operasi hymenoplasty akan menyatukan kembali hymen yang sudah sobek dan mengencangkan liang vagina yang sudah longgar yang sudah tidak ada hambatannya lagi akibat ML yang berulang menjadi kencang seperti liang Vagina Perawan dan tidak akan ketahuan (Supatmiati, 2007: 125).
D.       Simpulan
Globalisasi telah menyisakan banyak dampak negatif pada perilaku remaja khususnya dalam hal perilaku seksual. Dorongan seksual yang dicetuskan oleh banyaknya media pornografi yang dapat diakses secara bebas oleh remaja telah melahirkan berbagai dampak negatif terhadap perilaku seksual remaja. Sudah tak terhitung jumlah remaja dalam satu populasi yang telah berani melakukan hubungan seksual pranikah yang sudah pasti merusak dan menghilangkan status virginitasnya. Pergeseran perilaku seksual pada hakikatnya tidak serta-merta menggeser persepsi remaja tentang pentingnya menjaga kesucian dirinya. Namun, tekanan pergaulan telah memaksa mereka untuk mempraktekkan hubungan seksual pranikah demi menjaga hubungan yang saling menguntungkan dengan pacarnya. Aktivitas pacaran menjadi media yang mengancam virginitas remaja perempuan masa kini dan masa mendatang.





KEPUSTAKAAN
Abdul, Muhammad. 2006. Bahaya Pacaran Sebelum Menikah. Yogyakarta: Pustaka Fahima.

AL-Bukhori, Jefri. 2005. Sekuntum Mawar untuk Remaja. Jakarta: Pustaka Al-Mawardi.

Depkes RI. 1999. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: WHO, Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2000. Materi Pelatihan Bimbingan dan Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: WHO, Departeman Kesehatan RI.

Depkes RI. 2001. NAPZA Informasi Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: WHO, Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2003. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Jakarta: WHO, Departeman Kesehatan RI.

Dianawati, A. 2003. Pendidikan Seks Untuk Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka.

Gusmian, Islah. 2006. The Spirit Of Loving Bicara: Bicara Seks, Pacaran, Cinta dan Narkoba. Bandung: Nuansa.

Ibrahim, Marwan. 2005. Terapi Problematika Seksual Dalam Islam. Jakarta: Mujahid Press.

Kadir, Hatib Abdul. 2007. Tangan Kuasa Dalam Kelamin: Telaah Homoseks, Pekerja seks dan Seks Bebas di Indonesia. Yogyakarta: Insist Press.

Manuaba, I.B.G. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.

Maria. 2007. Mitos dan Fakta Seputar Selaput Dara. http://situs.kerepro.info/krr/referensi 5.htm

Mitra Citra Remaja-PKBI Jabar. 1999. Perkembangan Seksualitas Remaja.

Mukaromah, Yayu. 2005. Kasus Remaja yang melakukan hubungan seks. http://pikiran-rakyat.com/cetak/2005/htm

Rafsanjani, Ahmad. 2004. Having Sex. http://pikiran-rakyat.com/cetak/2004/htm

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

About